Sejarah Perkembangan Tafsir Dari Era Formatif Hingga Afirmatif) Mahasiswa INSTIKA Guluk-Guluk Jawa Timur Alghifary092@ Ditulis sebagai edisi khusus Kajian Rutin Ikatan Mahasiswa Tafsir al-Qur'an (Imtaq) Kabupaten Sumenep . Abstract
Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Adapun tasawuf amali sendiri, dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifatsifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt. Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu yang dimulai sejak abad kesatu dan kedua Hijriyah, di mana tasawuf masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu; abad ketiga Hijriyah; abad keempat Hijriyah; abad kelima Hijriyah; abad keenam Hijriyah, di mana para sufi mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. Kata Kunci Tasawuf, akhlak, amali Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 59Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF AMALITaufiqur Rahman*Abstrak Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Adapun tasawuf amali sendiri, dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt. Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu yang dimulai sejak abad kesatu dan kedua Hijriyah, di mana tasawuf masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu; abad ketiga Hijriyah; abad keempat Hijriyah; abad kelima Hijriyah; abad keenam Hijriyah, di mana para sufi mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. Kata Kunci Tasawuf, akhlak, amali* Dosen InstitutIlmu Keislaman Zainul Hasan Genggong 60Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019PendahuluanAllah menciptakan manusia di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tidak terlepas dari fitrahnya ini, Allah Swt menganugerahkan dua potensi penting dalam diri manusia, yaitu akal dan nafsu. Allah Swt memberikan akal kepada manusia agar mereka mampu dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar dalam bertindak, bertingkah laku, berbuat ataupun bekerja. Sementara nafsu adalah sebuah pemicu bagi tingkat pekerjaan yang dilakukan oleh akal, sehingga nafsu ini dapat menjadi nafsu yang baik, yakni nafsu yang dilatih untuk menghindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan membawa dosa, dan nafsu yang buruk, yakni nafsu yang dilatih untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan ahli sufi memiliki pendapat bahwa hawa nafsu dapat menjadi tabir penghalang untuk dapat dekat dengan Allah Swt. Hal yang seperti ini akan terjadi ketika diri seseorang telah dikendalikan oleh hawa nafsu. Hawa nafsu yang seperti ini akan membawa manusia cenderung memuja kenikmatan duniawi. Hingga pada akhirnya bukanlah kenikmatan kehidupan akherat yang dijadikan tujuan utama dalam hidup, melainkan kenikmatan dunialah yang dijadikan tujuan utama dalam mencapai keberhasilan alasan pentingnya membentengi diri dari hal-hal yang munkara>t itulah dibutuhkan sebuah metode yang aplikatif untuk memperoleh ketenangan dan kebahagiaan jiwa yang bersifat batiniyah, yaitu tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu Tasawuf Amali>Istilah Tasawuf dalam Islam sebenarnya pada masa nabi Muhammad Saw belum ada. Tidak mengherankan apabila kata sufi dan tasawuf 61Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73dikaitkan dengan kata-kata arab sebagai berikut11. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Sebab kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadah, terutama shalat dan puasa. 2. S{aff baris. Yang dimaksud S{aff di sini ialah baris pertama dalam shalat di masjid. S{aff pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke masjid dan banyak membaca ayat suci al-Qur’an dan berdhikir sebelum waktu shalat Ahl al-S{huffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, tinggal di masjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai s}uffah pelana sebagai bantal. Sungguhpun tidak memiliki apa-apa, mereka berhati baik dan tidak mementingkan Sophos bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam, yang berarti hikmah atau S{u>f kain wol. Dalam dunia tasawuf kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan barang mewah yang bisa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari antara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai kata asal sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang pertama yang memakai kata sufi adalah Abu> Ha>shi>m al-Ku>fi di Irak H.2Adapun pengertian tasawuf secara istilah, banyak para ahli yang berbeda pendapat sesuai seleranya masing-masing. Menurut al-Jurairi, “Tasawuf adalah masuk ke dalam segala budi akhlaq yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah”. Menurut Ma’ru>f al-Khurki, “Tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan makhluk”. Sedangkan menurut al-Junaidi, “Tasawuf adalah membersihkan hati dari dari apa saja yang mengganggu perasaan 1 Lihat M. Solihin, Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf Bandung CV. Pustaka Setia, 2008, 11-132 Abd al-Hakim Abd al-Ghani Qasim, Al-Madzahib al-Shufiyah wa Madarisuha, Maktabah Madbuli, 1989, 12 62Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal insting kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat kesucian rohani, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat”3 Adapun tasawuf amali> sendiri, maka dapat dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali> merupakan tasawuf yang mengedepankan muja>hadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali>Pada mulanya, tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang makna institusi-institusi Islam. Sejak zaman sahabat dan tabiin, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis mulai muncul. Ajaran Islam mereka dapat dipandang dari dua aspek, yaitu lahiriyah seremonial dan aspek batiniah spiritual, atau apek luar dan aspek dalam. Pendalaman dan pengamalan aspek “dalamnya” mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, tentunya tanpa mengabaikan aspek luarnya” yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientasi pada aspek dalam, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, lebih mementingkan keagungan Tuhan dan bebas dari egoisme. Sejarah dan perkembangan tasawuf mengalami beberapa fase sebagai berikut53 Ibid., 14-154 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf Wonosobo AMZAH, 2005, 2635 Lihat M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2008, 61-67 63Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-731. Abad Kesatu dan Kedua HijriyahBenih-benih tasawuf sudah ada sejak zaman kehidupan Nabi Saw. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad Saw. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di gua H{ira’ terutama pada bulan Ramad}a>n. Di sana Nabi banyak berdhikir dan bertafakkur untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan Nabi di gua H{ira’ merupakan acuan utama para sufi dalam berkhalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sebab itu, setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad-abad periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabi’in sekitar abad I dan II H. Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah dari masa sebelumnya. Konflik-konflik sosial politik yang bermula dari masa Uthman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok kelompok Bani Umayyah, Shi’ah, Khawarij, dan masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok Shi’ah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi T{alib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwa>bi>n orang-orang yang bertaubat. Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaum Tawwa>bi>n itu dipimpin oleh Mukhtar 6 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila> al-Tashawwuf Fi> al-Isla>m Kairo Da>r al-Thaqa>fah, 1976, 78 64Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019bin Ubaid al-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 samping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosial pun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah Saw dan para sahabat, secara umum kaum muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, terutama terjadi di kalangan istana. Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah tampak semakin jauh dari tradisi kehidupan Nabi Saw dan sahabat utama, dan semakin dekat dengan tradisi kehidupan raja-raja Romawi. Dalam situasi demikian kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyerukan kepada masyarakat untuk hidup zuhud8, sederhana, saleh,dan tidak tenggelam dalam buaian hawa nafsu. Di antara para penyeru tersebut ialah Abu Dzar al-Ghiffari. Dia melancarkan kritik tajam kepada Bani Umayyah yang sedang tenggelam dalam kemewahan dan menyerukan agar diterapkan keadilan sosial dalam perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut sebagian masyarakat mulai melihat kembali pada kesederhanaan kehidupan Nabi Saw dan para sahabatnya. Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak saat itu kehidupan zuhud menyebar luas di kalangan masyarakat. Para pelaku zuhud itu disebut za>hid, atau karena ketekunan mereka beribadah, maka disebut a>bid atau na> yang tersebar luas pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdiri atas berbagai aliran yaitu10a. Aliran Madinah Sejak masa yang dini, di Madinah telah muncul para za>hid. Mereka kuat berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, dan mereka menetapkan Rasulullah sebagai panutan kezuhudannya. Di antara mereka dari kalangan sahabat adalah Abu Ubaidah al-Jarrah H., Abu Dzar al-Ghiffari w. 22 H., Salman al-Farisi w. 32 H., 7 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila al-Tashawwuf Fi al-Islam........, 80-818 Zuhud adalah berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan ber-khalwat, berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir kepada Allah Ibid., 8210 Ibid., 83-95 65Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Abd Allah ibn Mas’ud w. 33 H., Hudzaifah ibn Yaman w. 36 H.. Sementara itu dari kalangan tabi’in di antaranya adalah Sa’id ibn al-Musayyad w. 91 H. dan Salim ibn Abd Allah w. 106 H.. Aliran Madinah ini lebih cenderung pada pemikiran angkatan pertama kaum muslimin salaf, dan berpegang teguh pada zuhud serta kerendah hatian Nabi. Selain itu aliran ini tidak begitu terpengaruh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti Umayyah, dan prinsip-prinsipnya tidak berubah walaupun mendapat tekanan dari Bani Umayyah. Dengan begitu, zuhud aliran ini tetap bercorak murni Islam dan konsisten pada ajaran-ajaran Aliran Bas}rah Louis Massignon mengemukakan dalam artikelnya “Tashawwuf” dalam Ensiklopedie de Islam, bahwa pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat dua aliran zuhud yang menonjol. Salah satunya di Bashrah dan yang lainnya di Kufah. Menurut Massignon orang-orang Arab yang tinggal di Bashrah berasal dari Bani> Tami>m. Mereka terkenal dengan sikapnya yang kritis dan tidak percaya kecuali pada hal-hal yang riil. Merekapun terkenal menyukai hal-hal logis dalam nahwu, hal-hal nyata dalam puisi dan kritis dalam hal hadith. Mereka adalah penganut aliran Ahl al-Sunnah, tapi cenderung pada aliran-aliran Mu’tazilah dan Qadariyyah. Tokoh mereka dalam zuhud adalah Hasan al-Bas}ri, Malik ibn Dinar, Fad}l al-Raqqashi, Rabbah ibn Amru al-Qishi, S{{alih al-Murni atau Abd al-Wahid ibn Zaid, seorang pendiri kelompok asketis di Abadan. Corak yang menonjol dari para za>hid Bashrah ialah zuhud dan rasa takut yang Aliran Kufah Aliran Kufah menurut Louis Massignon, berasal dari Yaman. Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, imajinasi dalam puisi, dan harfiah dalam hal hadith. Dalam akidah mereka cenderung pada aliran Shi’ah, sebab aliran Shi’ah pertama kali muncul di Kufah. Para tokoh za>hid Kufah pada abad pertama Hijriyah ialah al-Rabi’ ibn Khathim w. 67 H., sedangkan pada masa pemerintahan Mu’awiyah, Sa’id ibn Jubair w. 95 H., Thawus ibn Kisan w. 106 H., Sufyan al-Thauri w. 161 H. 11 Ibid., 85 66Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019d. Aliran Mesir Pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat suatu aliran zuhud lain, yaitu aliran Mesir. Sebagaimana diketahui, sejak penaklukan Islam terhadap Mesir, sejumlah para sahabat telah memasuki kawasan itu, misalnya Amr ibn al-As}, Abd Allah ibn Amr ibn al-As yang terkenal kezuhudannya, al-Zubair bin Awwam dan Miqdad ibn al-Aswad. Tokoh-tokoh za>hid Mesir pada abad pertama Hijriyah di antaranya adalah Salim ibn ’Atar al-Tajibi. Dia pernah menjabat sebagai hakim di Mesir, dan meninggal di Dimyath tahun 75 H. Tokoh lainnya adalah Abd Al-Rahman ibn Hujairah w. 83 H. menjabat sebagai hakim agung Mesir tahun 69 H. Sementara tokoh za>hid yang paling menonjol pada abad II Hijriyyah adalah al-Laits ibn Sa’ad w. 175 H.. Kezuhudan dan kehidupannya yang sederhana sangat terkenal. Menurut ibn Khallikan, dia seorang za>hid yang hartawan dan dermawan. Dari uraian tentang zuhud dengan berbagai alirannya, baik dari aliran Madinah, Bashrah, Kufah, Mesir ataupun Khurasan, baik pada abad I dan II Hijriyyah dapat disimpulkan bahwa zuhud pada masa itu mempunyai karakteristik sebagai berikut1. Zuhud ini berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi, demi meraih pahala akhirat dan memelihara diri dari adzab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah yang terkena dampak berbagai kondisi sosial politik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika Bercorak praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis zuhud. Zuhud ini mengarah pada tujuan Motivasi zuhud ini ialah khauf, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad kedua Hijriyyah, di tangan Rabi’ah al-Adawiyyah, muncul motivasi cinta kepada Allah, yang bebas dari rasa takut terhadap Menjelang akhir abad II Hijriyyah, sebagian za>hid khususnya di Khurasan dan pada Rabi’ah al-Adawiyyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau sebagai cikal bakal para sufi abad ketiga dan 67Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73keempat Hijriyyah. Al-Taftazani lebih sependapat kalau mereka dinamakan za>hid, qa>ri’ dan na>sik bukan sufi. Sedangkan Nicholson memandang bahwa zuhud ini adalah tasawuf yang paling dini. Terkadang Nicholson memberi atribut pada para za>hid ini dengan gelar “para sufi angkatan pertama”.12e. Abad Ketiga Hijriyah Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi yang berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengamalan Islam dalam praktik yang lebih menekankan keterpujian akhlaq manusia. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengamalan ajaran Islam sampai pada aspek mendalam. Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidakberesan perilaku akhlak di sekitarnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki ajaran tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu13a. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang mengonsentrasikan kejiwaan manusia kepada kha>liq-nya, 12 Ibid., 106-10713 M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf............, 63-64 68Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak; yaitu di dalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara menghindarkan keburukan, yang dilengkapi dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Tasawuf yang berintikan metafisika; yaitu di dalamnya terkandung ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang tajalli>14 Abad Keempat Hijriyah Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad, dipelopori oleh beberapa ulama tasawuf yang terkenal kealimannya, antara laina. Mu>sa> al-Ans}ary; mengajarkan tasawuf di Khurasan Persia atau Iran, ia wafat di sana tahun 320 Abu> H{a>mid bin Muhammad al-Ruba>zy; mengajarkannya di salah satu kota Mesir, ia wafat di sana tahun 322 Abu> Zaid al-Adamy; mengajarkannya di Semenanjung Arabiyah, ia wafat di sana tahun 314 Abu> Ali> Muhammad bin Abd al-Wahha>b al-Saqafy; mengajarkannya di Naisabur dan kota Sharaz, hingga ia wafat tahun 328 Dalam pengajaran tasawuf di berbagai negeri dan kota, para ulama tersebut menggunakan sistem tarekat t}ari>qah, sebagaimana yang 14 Tajalli adalah tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba ketika ia sudah mampu melalui tahap Takhalli dah Tahalli. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi, atau fana segala sesuatu selain Allah, ketika nampak wajah M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf............,64 69Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73dirintis oleh ulama tasawuf pendahulunya. Sistem tersebut berupa pengajaran dari seorang guru terhadap murid-muridnya yang bersifat teoretis serta bimbingan langsung mengenai cara pelaksanaannya yang disebut “sulu>k” dalam ajaran tasawuf. Sistem pengajaran tasawuf yang sering disebut tarekat, diberi nama yang sering dinisbatkan kepada nama penciptanya gurunya, atau sering pula dinisbatkan kepada lahirnya kegiatan tarekat tersebut. Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang memengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya buku filsafat yang tersebar di kalangan umat Islam dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak zaman permulaan Dinasti Abbasiyah. Pada abad ini pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dapat dibagi oleh ahli tasawuf menjadi empat macam, yaitu16a. Ilmu shari>’ah17b. Ilmu t}ari>qah18c. Ilmu h}aqi>qah19d. Ilmu ma’rifah2016 Ibid., 6517 Shari>’ah adalah segala ketentuan agama yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk hamba-Nya. Bagi orang-orang Sufi, Shari>’ah adalah kualitas amal lahir-formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui al-Qur’an dan Sunnah. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa Shari>’ah adalah ilmu ibadah yang cenderung hanya menyentuh aspek lahir manusia dan tidak menyentuh aspek batin T{ari>qah menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang Sufi dalam mencapai tujuan, berada sedekat mungkin dengan Tuhan. T{ari>qah adalah jalan yang ditempuh para Sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari shari’at, sebab jalan utama disebut shar’, sedangkan anak jalan disebut dengan t}ariq. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa T{ari>qah adalah cabang dari Shari>’ah yang merupakan pangkal dari suatu H{aqi>qah adalah kebenaran yang bersifat esensial. Makna h}aqi>qah menunjukkan kebenaran esoteris yang merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan teologis. H{aqi>qah merupakan unsur ketiga setelah Shari>’ah hukum yang merupakan kenyataan eksoteris, T{ari>qah jalan sebagai tahapan esoterisme, dan yang ketiga adalah H}aqi>qah, yakni kebenaran yang Ma’rifah adalah pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang Tuhan yang diperoleh melalui sanubari. al- Ghazali secara terperinci mengemukakan pengertian ma’rifat ke dalam hal-hal berikut 1 Ma’rifat adalah mengenal rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan-Nya yang melingkupi seluruh yang ada; 2 Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat berada dekat dengan Allah, bahkan ia dapat memandang wajah- 70Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019g. Abad Kelima Hijriyah Pada abad kelima ini muncullah Imam al-Ghaza>li>, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasar al-Quran dan al-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, Ia melancarkan kritikan tajam terhadap para filosof, kaum Mu’tazilah dan Batiniyah. al-Ghaza>li>-lah yang berhasil memancangkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat, yang seiring dengan aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah, dan bertentangan dengan tasawuf al-H{alla>j dan Abu> Yazi>d al-Bust} Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya kepada landasan al-Quran dan al-Sunnah. Al-Qushairi dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh sufi yang paling menonjol pada abad ini, yang memberi bentuk tasawuf Sunni. Kitab al-Risa>lah al-Qushairiyyah memperlihatkan dengan jelas bagaimana al-Qushairi mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahl al-Sunnah. Dalam penilaiannya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip-prinsip tasawuf di atas landasan-landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari berbagai bentuk Tokoh lainnya yang seirama dengan al-Qushairi adalah Abu> Isma>’il al-Ans}>ari, yang sering disebut al-Harawi. Ia mendasarkan tasawufnya pada doktrin Ahl-Sunnah. Ia bahkan dipandang sebagai penggagas aliran pembaharuan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya shat}aha>t, seperti al-H{alla>j dan Abu> Yazi>d al-Bust}ami. Dengan demikian, abad kelima Hijriyah merupakan tonggak yang menentukan bagi kejayaan tasawuf amali> sunni. Pada abad tersebut, tasawuf ini tersebar luas di kalangan dunia Islam. Pondasinya begitu dalam terpancang untuk jangka waktu lama pada berbagai lapisan masyarakat Abad Keenam Hijriyah Sejak abad keenan Hijriyah, sebagai akibat pengaruh kepribadian al-Nya; 3 Ma’rifat datang sebelum Abu al-Wafa al Taftazani, Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islami......,18222 M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf......., 66 71Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Ghaza>li> yang begitu besar, pengaruh tasawuf amali> semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi peluang bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya, seperti Sayyid Ah}mad al-Rifa>’i> w. 570 H dan Sayyid Abd al-Qa>dir al-Jaila>ni> w. 651 H.23 Sesudah abad ini tidak ada lagi tokoh-tokoh besar yang membawa ide tersendiri dalam hal pengetahuan tasawuf, kalau memang ada hal itu hanyalah sebagai seorang pengembang ide para tokoh pendahulunya. Tasawuf amali>, sebagaimana dituturkan al-Qushairi dalam al-Risa>lah-nya, diwakili para tokoh sufi dari abad ketiga dan keempat Hijriyah, Imam al-Ghaza>li> dan para pemimpin tarekat yang mengikutinya. al-Ghaza>li> dipandang sebagai pembela terbesar tasawuf amali>, yang seiring dengan al-Qushairi dan al-H{arawi. Namun dari segi kepribadian, keluasan pengetahuan dan kedalaman tasawuf al-Ghaza>li> lebih besar dibanding semua tokoh-tokoh tasawuf yang ada. Ia sering diklaim sebagai seorang sufi terbesar dan terkuat pengaruhnya dalam khasanah ketasawufan di dunia pembahasan tentang sejarah perkembangan tasawuf amali> pada makalah ini, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain1. Tasawuf amali> dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh rid}a Allah Swt. Tasawuf amali> merupakan tasawuf yang mengedepankan muja>hadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu23 Ibid., 67 72Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019a. Abad kesatu dan kedua Hijriyah, tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang didasari rasa khauf dan masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu.b. Abad ketiga Hijriyah, kata tasawuf mulai digunakan. Orang ahli ibadah sebelumnya disebut a>bid atau na>sik, pada abad ini disebut sebagai Abad keempat Hijriyah, perkembangan tasawuf semakin pesat dan munculnya istilah shari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat, sebagai penjelasan perbedaan ilmu lahir dan ilmu Abad kelima Hijriyah, adanya pemancangan ajaran tasawuf sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah oleh Imam al-Ghaza>li>.e. Abad keenam Hijriyah, munculnya para sufi yang mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. 73Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Daftar PustakaAqib, Kharisudin, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Surabaya PT. Bina Ilmu, al, Abd al-Wafa>, al-Tafta>zani. Madkhal Ila> al-Tashawwuf al-Isla>mi>. al-Qa>hirah Da>r al-Thaqafah, al, Abd, Abd al-Ghani> Qa>sim. Al-Madzahib Al-Shufiyah Wa Madarisuha>. Maktabah Madbuli, Abd al-Kari>m al-Qushairi. Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, Cet. I. Jakarta Pustaka Amani, Totok, Munir Amin Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo AMZAH, Syaifan, Alim Roswantoro. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Jogjakarta Sukses Offset, M, Rosihan Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung CV. Pustaka Setia, 2008. ... Bukankah pilihan yang dijalani para sahabat tersebut bisa menjadi contoh sikap ketika melihat perkembangan modernisme yang berujung pada gaya materialis, hedonis, borjuis. Sebab jika ditilik sejarah ajaran-ajaran tasawuf bersumber dari kehidupan Nabi dan para sahabat dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur Taufiqur Rahman, 2019. ... Imam KhoiriThe sparkling "progress" of modernism looks very majestic and luminous. Modernization is the process of changing traditional society into a modern society, marked by changes in economic, social, and political systems. The changes that brought progress were reversed with the condition of modern human spirituality which experienced drought and decline. Therefore, a Sufism approach is needed that cultivates the heart, taste, and soul and balances the rational and experimental approaches that develop in modern society. The purpose of this study is to describe Ibn 'Athaillah al-Sakandari's views on uzlah and to analyze the suitability of uzlah in today's times. This is a qualitative research that uses a literature study approach. The analytical method used is the content analysis technique. The results of this study indicate that the uz that was written by Ibn Athaillah was not a form of activity that was carried out throughout life, but was limited to taking time to isolate oneself from the crowd. Because that way you can use meditation to the fullest. Uzlah is also an effort for modern humans to reflect and think about problems and find solutions in life so that they can get closer to Allah. Because the result of uzlah is not leaving the affairs of the world, but being able to live it with responsibility, discipline and upholding God's commands. The results of this research are expected to be practical in order to maintain the freshness of spirituality and TotokJumantoro Totok, Munir Amin Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo AMZAH, Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program PascasarjanaNur SyaifanAlim RoswantoroNur Syaifan, Alim Roswantoro. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Jogjakarta Sukses Offset, 2007.
12 Beberapa Jenis Tarekat di Indonesia. 1.2.1 Tarekat Qadariyah. 1.2.2 Tarekat Sammaniyah. 1.2.3 Tarekat Sattariyah. 1.2.4 Tarekat Naqsabandiyah. Perkembangan Ajaran Tarekat di Indonesia - Ajaran tarekat di Indonesia yang berasal dari thariqiah berhubungan erat dengan ajaran tasawuf. Keduanya memiliki persamaan yaitu jalan yang ditempuh oleh
Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang menekankan aspek tazkiyatun nafs atau pensucian diri manusia. Tasawuf adalah metode pendidikan ruhani dan adabi yang dapat menjadikan seorang Muslim naik sampai pada derajat ihsan seperti penjelasan Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama, “Ihsan adalah kamu beribadah, seakan-seakan kamu dapat melihat Allah. Jika kamu tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” HR. Ahmad, Bukhari, Muslim Kaitannya dengan hukum Islam, tasawuf merupakan salah satu komponen penting yang dapat memperkuat seseorang dalam melaksanakan ajaran Islam. Dengan meniti jalan tasawuf, seseorang mampu menjalankan hukum agamanya secara ikhlas liLlahi Ta’ala dan menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang mulia sehingga raga manusia terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah secara moral manusia dan melanggar aturan-aturan Syari’ah. Tasawuf mampu membawa seorang Muslim lebih menghayati ajaran agamanya secara mendalam sehingga ibadah dan interaksinya dengan alam semesta mampu membuahkan hikmah dalam akal fikirannya dan menambah kuat keimanan dalam hatinya. Dalam perjalanannya, tasawuf merupakan ajaran penting dalam Islam yang selalu relevan untuk diterapkan lintas ruang dan zaman. Berbagai praktik dan ajaran pembersihan diri yang diajarkan oleh para ulama Islam dalam kitab-kitab dan amaliah kesehariannya selalu berhasil dalam perannya membersihkan hati dari berbagai sifat buruk manusia. Bukti yang sangat konkret adalah berkembangnya tarekat-tarekat sufi yang diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat, serta pengajaran kitab-kitab tasawuf yang masih begitu diminati di pesantren dan madrasah bahkan menjadi bahan kajian yang mendalam dalam dunia akademik di perguruan tinggi. Dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat tentang perjalanan tasawuf yang diterangkan oleh para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dari zaman awal kemunculannya hingga era modern sekarang. Makalah ini meliputi pengertian tasawuf menurut istilah, kriteria tasawuf yang diterima dalam Islam, serta penjelasan singkat tentang beberapa ajaran dan praktik tasawuf yang dilakukan oleh para ulama dari masa awal Islam hingga sekarang. Pengertian Tasawuf Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf, antara lain shuffah serambi masjid Nabawi di Madinah untuk para Shahabat yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke Madinah, shaf barisan, shafa suci, sophos bahasa Yunani hikmat, dan shuff kain wol. Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dikaitkan dengan tasawuf. Kata shuffah serambi masjid Nabawi di Madinah untuk para Shahabat yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa dan raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya di Makkah untuk hijrah bersama Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan pada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata shaf barisan juga menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata shafa suci menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya daari berbuat dosa dan maksiat, dan kata shuff kain wol menggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Dan kata sophos bahasa Yunani menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran. Dari segi linguistik kebahasaan ini, maka dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap hati sanubari yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.[i] Sedangkan secara terminologis, istilah tasawuf pun diartikan secara variatif oleh para ahli tasawuf namun sama secara makna. Berikut adalah pengertian tasawuf menurut para ulama Imam Junaid al-Baghdadi w. 910 mendefinisikan tasawuf sebagai “mengambil setiap sikap mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah”. Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan tasawuf adalah ilmu yang membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Tasawuf adalah budi pekerti, barangsiapa memberikan budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam bertasawuf. Mahmud Amin al-Nawawi mengutip pendapat Imam Junaid al-Baghdadi yang lain bahwa tasawuf adalah memelihara waktu. Seorang hamba tidak akan menekuni amalan tasawuf tanpa aturan, menganggap tidak tepat ibadah-Nya tanpa tertuju kepada Tuhannya, dan merasa tidak berhubungan dengan Tuhan tanpa menggunakan waktunya untuk beribadah kepada-Nya. Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan bahwa tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangannya menuju kepada perintahnya. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa inti ajaran tasawuf adalah menekankan tentang pembersihan hati dari sifat-sifat tercela dan penghiasan jiwa dengan sifat-sifat terpuji, sebagai usaha mengarahkan hati, fikiran, dan raga seseorang untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Tasawuf adalah kendaraan untuk memperkuat pelaksanaan Syari’ah secara ikhlas liLlahi Ta’ala. Kriteria Tasawuf yang Benar Tasawuf adalah sebuah lembaga pendidikan yang memprioritaskan pada pembersihan hati dari segala penyakit yang menghalangi manusia dengan Allah, dan penegakan berbagai penyimpangan psikis dan etika berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, dengan manusia lain, dan dengan alam semesta. Dalam tabiat jiwa manusia terkumpul berbagai macam penyakit, seperti rasa sombong, bangga diri, tertipu, egois, kikir, temperamental, riya’, senang bermaksiat, berlaku kotor, senang membalas dendam dan menyiksa, benci, iri, menipu, rakus, dan serakah. Allah Ta’ala berkisah tentang istri raja Aziz Zalikha وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ “Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” QS. Yusuf 53 Karena itulah para ulama salaf berpikir tepat tentang keharusan mendidik jiwa dan membersihkannya dari berbagai penyakit agar bersesuaian dengan masyarakat dan berhasil dalam hubungan dengan Tuhannya. Tasawuf memiliki tiga pilar utama yang semuanya dianjurkan oleh Al-Quran. Pertama, pentingnya jiwa, perawatan dan pembersihannya dari penyakit. Allah Ta’ala berfirman وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا 7 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا 8 قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا 9 وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا 10 “Dan jiwa serta penyempurnaannya ciptaannya, 7 Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya. 8 Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 9 Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. 10” QS. Al-Syams 7-10 Kedua, banyak berdzikir kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” QS. Al-Ahzab 41 Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama bersabda, “Jangan sampai lisanmu kering dari dzikir Allah.” HR. Ahmad, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban, Hakim Ketiga, tidak bergantung dan cinta dunia, serta cinta akhirat. Allah Ta’ala berfirman وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” QS. Al-An’am 32 Karena merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan Syariah, tasawuf harus dipandu dan dikawal oleh aturan-aturan Syariah. Oleh karena itu, tasawuf hendaknya memenuhi kriteria berikut. Pertama, berpegang terhadap Al-Quran dan Sunnah karena tarekat sufi adalah metode keduanya. Setiap hal yang bertentangan dengannya maka bukan tarekat yang benar, bahkan menyimpang dan terlarang. Kedua, tidak termasuk tarekat berbagai ajaran yang terpisah dari ajaran Syari’ah atau bahkan inti Syari’ah.[ii] Perjalanan Tasawuf dari Masa ke Masa Setelah kita mengetahui secara ringkas bahwa tasawuf adalah sebuah istilah baru yang mewakili ajaran Syariah Islam tentang kiat-kiat membersihkan diri dari kotoran-kotoran hati yang menghalangi manusia menjalankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa asal muasal tasawuf memang berasal dari Islam itu sendiri. Tasawuf yang dikembangkan oleh ulama Islam berasal dari ajaran Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama. Hal ini dapat dilihat dari ucapan dan perilaku Rasulullah sendiri. Banyak sekali Hadits-hadits yang menganjurkan kepada umatnya agar bersifat zuhud dan mementingkan kehidupan akhirat daripada dunia. Diantaranya adalah doa Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama, “Wahai Allah, hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku dalam keadaan miskin.” HR. al-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Hakim Pada suatu ketika Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama datang ke rumah istrinya Aisyah binti Abu Bakr. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterima beliau dengan sabar, lalu beliau menahan lapar dengan berpuasa. HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasai Rasulullah ShallaLlahu alaihi wa Sallama juga mengajarkan banyak sekali amalan-amalan dzikir yang menjadi bagian utama amaliah tasawuf. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya setiap hari tujuh puluh kali.” HR. al-Thabarani Ibn Khaldun menerangkan, bahwa ajaran tasawuf Rasulullah ShallaLlahu alahi wa Sallama ini lalu diteruskan oleh para Shahabat dan Tabi’in dengan mengedepankan konsentrasi kehidupan dengan ibadah, berpaling dari hingar-bingar kehidupan dunia, sifat zuhud atau tidak bergantung dengan harta benda, dan menyendiri dari manusia khalwah. Amaliah semacam ini umum di kalangan para shahabat dan salaf. Hingga ketika manusia pada abad kedua dan seterusnya telah semakin terlena jauh oleh kehidupan dunia, para ahli ibadah mengkhususkan diri dengan nama shufiyyah atau mutashawwifah.[iii] Ketika dimulai era kodifikasi dan kategorisasi ilmu-ilmu Islam pada zaman kejayaan Khilafah Islam dan kegemilangan ilmu pengetahuan, para ulama sangat produktif dalam menulis kitab-kitab dalam berbagai disiplin ilmu baik tentang Islam maupun ilmu-ilmu sains. Pada masa itulah para ulama sufi tidak ketinggalan mengikuti tren penulisan berbagai karya ilmiah tentang ilmu tasawuf. Sebagian ulama sufi menulis kitab tentang sifat wara’ atau menjaga harga diri dan muhasabah diri seperti yang dilakukan oleh al-Muhasibi dalam al-Ri’ayah. Sebagian lainnya menulis kitab tentang teknis pelaksanaan tarekat sebagai madrasah penggemblengan amalan tasawuf, daya rasa, dan tingkatan para peniti jalan sufi seperti yang dilakukan oleh al-Qusyairi dalam al-Risalah al-Qusyairiyyah yang terkenal itu, al-Sahrawardi dalam Awarif al-Ma’arif, dan sebagainya. Baru pada masa setelahnya, al-Ghazali menggabungkan keduanya dalam Ihya Ulum al-Din. Pada masa inilah tasawuf menjadi satu literatur ilmu khusus setelah sebelumnya hanya menjadi sebuah gerakan saja, dan peristilahan dalam tasawuf pun ditransformasikan secara turun-temurun dari guru kepada murid.[iv] Seperti diketahui, salik atau para peniti jalan tasawuf seringkali mengalami fenomena yang disebut kasyf atau mukasyafah, yaitu terbukanya hijab tabir ilmu-ilmu yang tidak dijangkau oleh indera atau pikiran rasional. Terjadinya kasyf ini adalah ketika ruh manusia telah begitu menikmati konsentrasi ibadah dan taqarrub kepada Allah Ta’ala, ruh akan menjadi kuat dan inderawi akan melemah. Semua ini terdorong oleh dzikir yang diajarkan dalam tasawuf, karena dzikir adalah makanan untuk jiwa. Dzikir mendorong kekuatan jiwa seseorang semakin kuat sehingga berpindah dari maqam ilmu ke maqam syahadah. Dari sinilah Allah Ta’ala lalu membuka tabir manusia sehingga mampu mengatahui dan melihat berbagai hal yang tidak diketahui secara inderawi manusia normal. Namun para pembesar sufi seringkali tidak memperhatikan ilmu mukasyafah tersebut dan tidak mempublikasikannya di depan khalayak ramai, bahkan menganggapnya sebagai ujian dan meminta pertolongan kepada Allah dari fitnahnya. Hal inilah yang dilakukan oleh para salaf dari kalangan Shahabat dan Tabi’in dan diteruskan oleh para sufi yang mempelajari tarekat yang dikembangkan al-Qusyairi. Berbeda dengan tren sebagian kaum sufi belakangan yang ambisius melakukan amalan-amalan sufiah untuk mendapatkan ilmu kasyf kemudian memperlihatkannya di depan masyarakat. Demikian yang disebutkan dan dikritik oleh al-Ghazali dalam Ihya Ulum al-Din.[v] Selain itu, permasalahan hulul dan ittihad atau yang sering dibahasakan dengan istilah wahdatul wujud, yakni kesatuan wujud antara Tuhan dan makhluk-Nya dalam satu dzat. Inilah yang seringkali ditemukan dalam ucapan beberapa pembesar kaum sufi yang telah larut dalam lautan dzikir dan kasyf, sehingga menganggap bahwa bersemayam Tuhan’ dalam dirinya. Keyakinan semacam inilah yang banyak dikritik oleh Ahlussunnah wal Jama’ah dari mayoritas salaf, Fuqaha’, ahli Kalam, dan ulama sufi zaman awal karena bertentangan dengan akidah umat Islam bahwa Allah dan makhluk-Nya merupakan dua entitas yang berbeda dan tidak mungkin bersatu baik dalam wujud, zat, dan sifat. Akidah wahdatul wujud ini sejalan dengan doktrin Kristen tentang kesatuan Tuhan dengan Yesus dan teologi sebagian sekte Syiah Imamiyah tentang kesatuan Tuhan dengan Ali dan Imam-imam.[vi] Akan tetapi, kita perlu memahami secara cermat tentang beberapa ucapan dan perilaku berbeda sebagian kaum sufi tersebut. Tidaklah patut bagi kita menolak secara total, namun juga tidak menerima secara total pula. Hal ini karena ucapan tidaklah selalu sama dengan keyakinan hatinya. Ibn Khaldun memberikan tips, jika memang perkataan menyimpang tersebut keluar dari figur ulama yang telah diakui keilmuan dan keutamaannya, maka kita mengedepankan husnuzzhan berbaik sangka dan tidak mudah memvonis, seperti kasus Abu Yazid al-Busthami dan sebagainya. Adapun jika hal itu keluar dari orang yang tidak diketahui alim dalam agama, maka boleh memvonisnya jika memang tidak ditemukan penafsiran yang memungkinkan. Hal inilah yang terjadi pada kasus fatwa mati fuqaha dan pembesar sufi terhadap al-Hallaj karena mengatakan Allah hadir dalam dirinya.[vii] Begitu pula fatwa mati Sunan Bonang terhadap Siti Jenar karena ucapan-ucapan yang kental ajaran wahdatul wujud.[viii] Demikianlah ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh para ulama Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam perjalanannya, ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah generasi akhir mempertahankan penulisan karya-karya tentang ajaran tasawuf meneruskan para ulama pendahulunya, seperti al-Mawahibi yang menulis Ihkam al-Hikam dan Dr. Said Ramadlan al-Buthi yang menulis Syarh wa Tahlil tentang penjelasan kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari, Zainuddin al-Malibari yang menulis Irsyad al-Ibad, dan sebagainya. Di Indonesia, banyak sekali ulama yang menulis kitab tentang tasawuf. Diantaranya adalah Hamzah Fansuri dalam al-Ruba’iyyat, Syaikh Ihsan Jampes dalam Siraj al-Thalibin penjelasan kitab Minhaj al-Thalibin karya al-Ghazali, Syaikh Soleh Darat penulis Syarh al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari, dan sebagainya. Kitab-kitab tasawuf karya ulama generasi akhir baik dalam maupun luar negeri ini banyak dikaji di pesantren-pesantren, selain pembelajaran kitab-kitab tasawuf karya ulama klasik seperti Ihya Ulum al-Din dan Minhaj al-Abidin karya al-Ghazali, al-Risalah al-Qusyairiyyah karya al-Qusyairi juga tetap dipertahankan. [i] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Jakarta Rajawali Pers, 2010, hlm. 179. [ii] Dr. Ali Jumah, Terjemah al-Bayan li Ma Yasyghalu al-Adzhan Sarang Toko Kitab Al-Anwar 1, hlm. 298-299. [iii] Ibn Khaldun, Muqaddimah Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 381. [iv] Muqaddimah Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 382. [v] Muqaddimah Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 383. [vi] Muqaddimah Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 385. [vii] Muqaddimah Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 389. [viii] Syaikh Abul Fadhal Senori, Ahlal Musamarah fi Hikayah al-Auliya al-Asyrah, hlm. 44.
B Proses Sejarah Perkembangan Ilmu Politik. Dapat dikatakan bahwa ilmu politik dilahirkan di Yunani (dengan tokoh Plato, Aristoteles, Thuycidides) sekitar 4-5 abad sebelum bermulanya tahun masehi, berlanjut pada zaman Romawi (dengan tokoh Polybius dan Cicero). Lalu dibangkitkan oleh Niccolo Maciavelli di Italia (awal abad XVI), sebelum dibahas
article{Santosa2023SEJARAHPM, title={SEJARAH PERKEMBANGAN MAKANAN INDONESIA DARI ABAD KE 10 HINGGA MASA PENDUDUKAN JEPANG}, author={Yusuf Budi Prasetya Santosa and Hendi Irawan}, journal={JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA}, year={2023} }Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang hebat dalam mengolah makanan. Hal ini dapat dilihat dari keragaman makanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keragaman makanan Indonesia telah ada sejak abad ke-10. Perkembangan makanan di Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan asing yang datang silih berganti, mulai dari India, Cina dan Eropa Portugis, Spanyol dan Belanda. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jika keanekaragaman makanan Indonesia memiliki sejarah… 22 References[A history of food].A. WyczańskiHistoryActa Poloniae historica1999A history of food writer's guide to how to pick the book in various file kinds as well as media, which can be excellent resource for Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2 Jaringan Perdagangan Global2011Kebudayaan Indis Dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa Abad XVIII-Medio Abad XX Pertama2000
AwalPerkembangan Sosiologi. Perkembangan Sosiologi. Sosiologi tumbuh dari gejolak sosial sejak terjadinya revolusi industri dan revolusi Perancis. Revolusi ini menyebabkan terjadinya arti urbanisasi, pengekploitasian pekerja anak-anak, demokratisasi dan lain sebaginya. Tradisi lama tidak mampu untuk menjawab lagi perubahan ini.
Tasawuf mempunyai perkembangan tersendiri dalam sejarahnya. Tasawuf berasal dari gerakan zuhud yang selanjutnya berkembang menjadi tasawuf. Meskipun tidak persis dan pasti, corak tasawuf dapat dilihat dengan batasan- batasan waktu dalam rentang sejarah sebagai berikut A. ABAD PERTAMA DAN KEDUA HIJRIYAH Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Adapun ciri tasawuf pada fase ini adalah sebagai berikut 1. Bercorak praktis amaliyah Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya. Amaliah ini menjadi lebih intensif terutama pasca terbunuhnya sahabat Utsman. Para sahabat Nabi digambarkan oleh Allah sebagai orang yang ahli rukuk dan sujud, مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْأِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً 29 Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang mukmin. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. al-Fath 29 Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertama, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya Utsman dan kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman. Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam murni, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama. Peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap perasaan kaum muslimin. Betapa tidak, Utsman adalah termasuk kelompok pertama orang-orang yang memeluk Islam al- Sabiqun al-Awwalun , salah seorang yang dijanjikan masuk surga, orang yang dengan gigih mengorbankan hartanya untuk perjuangan Islam dan orang yang mengawini dua putri Nabi. Peristiwa Utsman mendorong munculnya kelompok yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian politik memilih tinggal di rumah untuk menghindari fitnah serta konsentrasi untuk beribadah. Sehingga al-Jakhid salah seorang yang berkonsentrasi dalam ibadah yang juga salah seorang santri Ibn Mas’ud berkata, “Aku bersyukur kepada Allah sebab aku tidak terlibat dalam pembunuhan Utsman dan aku shalat sebanyak seratus rakaat dan ketika terjadi perang Jamal dan Shiffin aku bersyukur kepada Allah dan aku menambahi shalat dua ratus rakaat demikian juga aku menambahi masing-masing seratus rakaat ketika aku tidak ikut hadir dalam peristiwa Nahrawan dan fitnah Ibn Zubair”. 2. Bercorak kezuhudan Tasawuf pada pase pertama dan kedua hijriyah lebih tepat disebut sebagai kezuhudan. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi s.. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Dan secara logikapun tidak masuk akal seandaikata Nabi s.. yang menganjurkan untuk hidup zuhud sementara dirinya sendiri tidak melakukannya. Kezuhudan para sahabat Nabi digambarkan oleh Hasan al-Bashri salah seorang tokoh zuhud pada abad kedua Hijriyah sebagai berikut, ”Aku pernah menjumpai suatu kaum sahabat Nabi yang lebih zuhud terhadap barang yang halal dari pada zuhud kamu terhadap barang yang haram”. Pada masa ini, juga terdapat fenomena kezuhudan yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Mereka tinggal di emperan masjid Nabawi di Madinah. Nabi sendiri sangat menyayangi mereka dan bergaul bersama mereka. Pekerjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di masjid, seperti belajar, memahami dan membaca al-Qur`an, berdzikir, berdoa dan lain sebagainya. Allah sendiri juga memerintahkan Nabi untuk bergaul bersama mereka, وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ 52 Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu berhak mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim. al-An’am 52 Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang sosial sejati dan sekaligus sebagai prototip fakir sejati, si miskin yang tidak memiliki apapun tapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati hartaNYA yang abadi, Salman al-Faritsi, seorang tukang cukur yang dibawa ke keluarga Nabi dan menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohaniannya kemudian dianggap sebagai unsur menentukan dalam sejarah tasawuf Parsi dan dalam pemikiran Syiah, , Abu Hurairah, salah seorang perawi Hadits yang sangat terkenal adalah ketua kelompok ini, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. Menurut Abd al-Hakim Hassan corak kehidupan spiritual Ahl al-Shuffah sebenarnya bukan karena dorongan ajaran Islam, akan tetapi corak itu didorong oleh keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, sehingga mereka tinggal di masjid. Keadaan itu nampak dari anjuran Rasul Allah kepada sebagian sahabat yang berkecukupan agar memberikan makan kepada mereka. Dan mereka para sahabat yang secara ekonomi berkecukupan dan tidak melakukan sebagaimana ahl al-Shuffah pun juga menjadi panutan bagi orang-orang bijak. 3. Kezuhudan didorong rasa khauf Khauf sebagai rasa takut akan siksaan Allah sangat menguasai sahabat Nabi dan orang – orang shalih pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Informasi al-Qur`an dan Nabi tentang keadaan kehidupan akhirat benar-benar diyakini dan mempengaruhi perasaan dan pikiran mereka. Rasa khauf menjadi semakin intensif terutama pada pemerintahan Umayah pasca jaman kekhilafahan yang empat. Pada masa pemerintahan Umayah, khauf tidak hanya sebatas sebagai rasa takut terhadap kedasyatan dan kengerian tentang kehidupan diakhirat akan tetapi khauf juga berarti kekhawatiran yang mendalam apakah pengabdian kepada Allah bakal diterima atau tidak. Pada masa ini pula, khauf menjadi sebuah pendekatan untuk mengajak orang lain pada kebenaran dan kebaikan. Pendekatan indzar menakut-nakuti lebih dominan dari pada pendekatan tabsyir memberi kabar gembira . Semangat kelompok keagamaan pada masa ini adalah penyebaran rasa takut kepada Allah, kritik terhadap kehidupan yang melenceng jauh dari nilai-nilai keagamaan pada masa Nabi dan dua khalifah sesudahnya dan memperbanyak ibadah. Tokoh utama keagamaan pada masa ini adalah Hasan al-Bashri. Bahkan para asketis – yang nantinya disebut sebagai para shufi – mengidentikkan pemerintah dengan kejahatan. 4. Sikap zuhud dan rasa khauf berakar dari nash dalil Agama Al-Qur`an dan al-Hadits memberikan informasi tentang kebenaran sejati hidup dan kehidupan. Keduanya memberikan gambaran tentang perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Keduanya memberikan informasi tentang kengerian kehidupan akhirat bagi orang-orang yang mengabaikan huum-hukum Allah. Selanjutnya orang – orang mukmin benar-benar meyakini informasi itu. Dan keyakinan itu melahirkan rasa khauf. Rasa khauf selanjutnya memunculkan sikap zuhud yaitu sikap menilai rendah terhadap dunia dan menilai tinggi terhadap akhirat. Dunia dijadikan sebagai alat dan lahan mazraah untuk mencapai kebahagian abadi dan sejati yaitu akhirat. 5. Sikap zuhud untuk meningkatkan moral Cinta dunia telah membuat saling bunuh dan saling fitnah antar sesama. Cinta dunia melahirkan ketidaksalehan ritual, personal maupun sosial. Itulah sebabnya Hasan al-Bashri sebagai salah seorang zahid dalam mengajak baik masyarakat maupun pemerintah para pemimpin kerajaan Umayah selalu mengajak untuk bersikap zuhud sebagaimana sikap ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sahabat Nabi yang setia. 6. Sikap zuhud didukung kondisi sosial-politik Meski sikap zuhud tanpa adanya keadan sosial politik tertentu masih tetap eksis lantaran al-Qur`an dan perilaku serta perkataan Nabi s.. mendorong untuk bersikap zuhud, namun keadaan sosial politik yang kacau turut menyuburkan tumbuhnya sikap zuhud. Selama abad pertama dan kedua hijriyah terutama setelah sepeninggal Rasul terdapat dua sistem pemerintahan , yaitu sistem pemerintahan kekhalifahan khilafah nubuwah dan sistem pemerintahan kerajaan mulk .Pemerintahan pertama berlangsung selama tiga puluh tahun sesudah Nabi Muhammad yaitu sejak permulaan kekhalifahan Abu Bakar hingga Ali bin Abi thalib tepatnya dari tahun 11 H/ 632 M. sampai dengan tahun 40 H./661 H. Mereka adalah para pengganti Nabi yang berpetunjuk al-khulafa` al-Rasidun . Sistem pemerintahan yang pertama ini mekanisme penggantiannya melalui pemilihan. Pemerintahan kedua sejak pemerintahan dinasti Umayyah tepatnya sejak tahun 41 H./661 M. Dan pemerintahan kedua ini mekanisme pengangkatan pemimpin tertinggi melalui petunjuk atau wasiat penguasa berdasarkan pertalian darah. Pemerintahan kekhalifahan, dalam pandangan banyak orang muslim, suatu bentuk kesalihan dan rasa tanggungjawab yang sangat dalam, sedangkan dinasti umayyah pada umumnya hanya tertarik pada kekuasaan itu sendiri. Kecaman yang sering ditujukan pada dinasti Umayyah adalah dinasti ini tidak menerapkan kebijakan untuk membuat asas Islam sebagai dasar bagi keputusan – keputusan administratif, oleh karenanya dinasti Umayyah lebih menomorsatukan politik dan menomorduakan agama. Mereka pada umumnya dianggapmenghamba duniawi dan kurang beriman. Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertama, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya Utsman dan kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman. Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam murni, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama. a. Fase Sebelum Terbunuhnya Khalifah Utsman Kehidupan spititual Islam sebelum terbunuhnya Utsman terhitung sejak masa Rasul dan masa dua khalîfah sesudahnya yaitu khalîfah Abu Bakar dan Umar. Kehidupan spiritual pada masa ini termasuk Islam murni. Ciri utamanya adalah amal untuk merealisasikan dua kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagian besar sahabat Rasul tidak mengalahkan akhirat untuk dunia atau sebaliknya. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Mereka tinggal di emperan masjid nabawi di Madinah. Nabi sendiri sangat menyayangi mereka dan bergaul bersama mereka. Pekerjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di masjid seperti belajar, memahami dan membaca al-Qur`an, berdzikir, berdoa dan lain sebagainya. Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang sosial sejati dan sekaligus sebagai prototip fakir sejati, si miskin yang tidak memiliki apapun tapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati hartaNYA yang abadi, Salman al-Fartsi, seorang tukang cukur yang dibawa ke keluarga Nabi dan menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohaniannya kemudian dianggap sebagai unsur menentukan dalam sejarah tasawuf Parsi dan dalam pemikiran Syiah, , Abu Hurairah, salah seorang perawi hadits yang sangat terkenal adalah ketua kelompok ini, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. Menurut Abd al-Hakim Hassan corak kehidupan spiritual Ahl al-Shuffah sebenarnya bukan karena dorongan ajaran Islam, akan tetapi corak itu didorong oleh keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, sehingga mereka tinggal di masjid. Keadaan itu nampak dari anjuran Rasul Allah kepada sebagian sahabat yang berkecukupan agar memberikan makan kepada mereka. Dan mereka para sahabat yang secara ekonomi berkecukupan dan tidak melakukan sebagaimana ahl al-Shuffah pun juga menjadi panutan bagi orang-orang bijak. Kesederhanaan kehidupan Nabi juga diklaim sebagai panutan jalan para shufi. Banyak ucapan dan tindakan Rasul yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian ataupun makanan, meskipun makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Hal itu berlangsung hingga ahir hayat Rasul Allah. Dan secara logikapun tidak masuk akal seandaikata Rasul yang menganjurkan untuk hidup zuhud dan sederhana sementara dirinya sendiri tidak melakukannya b. Fase Pasca Terbunuhnya Khalifah Utsman Pasca terbunuhnya khalifah Utsman, kehidupan spiritual mengalami perubahan dibandingkan dengan masa sebelumnya. Peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap perasaan kaum muslimin. Betapa tidak, Utsman adalah termasuk kelompok pertama orang-orang yang memeluk Islam al- Sabiqin al-Awwalin , salah seorang yang dijanjikan masuk surga, dan orang yang mengawini dua putri Nabi. Peristiwa Utsman mendorong munculnya kelompok yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian politik memilih tinggal di rumah untuk menghindari fitnah serta konsentrasi untuk beribadah. Sehingga al-Jakhid salah seorang yang berkonsentrasi dalam ibadah yang juga salah seorang santri Ibn Mas’ud berkata, “Aku bersyukur kepada Allah sebab aku tidak terlibat dalam pembunuhan Utsman dan aku shalat sebanyak seratus rakaat dan ketika terjadi perang Jamal dan Shiffin aku bersyukur kepada Allah dan aku menambahi shalat dua ratus rakaat demikian juga aku menambahi masing-masing seratus rakaat ketika aku tidak ikut hadir dalam peristiwa Nahrawan dan fitnah Ibn Zubair”. Dengan demikian pada masa ini mempunyai corak baru dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin. Fenomena keagamaan itu ditandai dengan munculnya para juru cerita al-Qashshas baik di masjid-masjid ataupun di tempat khalayak ramai dan para qurra` yaitu mereka yamg membaca al-Qur,an dengan menangis. Markas utama para qurra itu ada di Bashra. 2. Fase Abad Kedua Hijriyah Kehidupan spiritual pada fase ini mempunyai ciri tersendiri. Konsep zuhud yang semula berpaling dari kesenangan dan kemewahan dunia berubah menjadi pembersihan jiwa, pensucian hati dan pemurnian kepada Allah. Latihan-latihan diri al-riyâdlah sangat menonjol pada fase ini seperti menyepi khalwah , bepergian siyâhah , puasa al-shwm dan menyedikitkan makan qillah al-tha’âm bahkan sebagaian mereka tinggal di gua-gua. Menurut Ibn Khaldun, orang yang mengkonsentrasikan beribadah pada fase ini mendapatkan julukan al-Shufiyah atau al-Mutashawwifah. Tema sentral zuhud pada fase ini adalah tawakal dan ridlâ. Konsep tawakal dan ridlâ yang terdapat dalam al-Qur`ân itu yang oleh para asketis sebelumnya dalam arti etis berubah menjadi madzhab yang sangat ektrim. Itulah pada fase ini banyak kalangan asketis zâhid melakukan perjalanan masuk ke hutan dengan bertawakal tanpa bekal apapun dan mereka rela terhadap karunia apa saja yang mereka terima. Tokoh terkenal madzhab tawakal adalah Ibrahim bin Adham w. 161 H. / 790 M. . Ia meninggalkan kehidupan kebangsawanan di Balkh ibu kota kaum Budish tempat ia dilahirkan. Perkembangan doktrin tawakal ini pada perkembangannya mengarah kepada konsep sentral shufi tentang hubungan manusia dan Tuhan, konsep ganda tentang cinta dan rahmat melebur dalam suatu perasaan. Nampaknya Kehidupan spiritual pada fase ini terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh luar. Cerita Malik ibn Dinar banyak diriwayatkan dari al-Masih, Taurat dan pendeta. Kehidupan Ibrâhim ibn Adham menyerupai kehidupan Sidarta Gautama, seorang peletak agama Budha. Adalah hal biasa seorang abid kontak dengan para pendeta râhib . Mereka saling tukar pengalaman mengenai kebijaksanaan al-hikmah, wisdom dan cara-cara mujahadah. Itulah sebabnya fase abad kedua hijriyah ini terutama pasca Hasan al- Bashri dapat disebut sebagai fase transisi dari zuhud, yang puncaknya pada Hasan al-Bashri menuju tasawuf yang dimulai sejak Râbiah al-Adawiyah. Fase ini juga kadang disebut dengan fase kelompok para penangis al – Bukkâ’un . 3. Fase Abad III dan IV Hijriyah Apabila abad pertama dan kedua Hijriyyah disebut fase asketisisme kezuhudan , maka abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi kerohanian yang pada masa sebelumnya digelari dengan berbagai sebutan seperti zahid, abid, nasik, qari` dan sebagainya, pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai fana fi al-mahbub . Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai al-ittihad . Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik al-hissiyat. Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ana . Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih. Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami H. dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj 244 – 309 H. yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya. al-Hallaj dilahirkan di Persia dan dewasa di Iraq Tengah. Dia meghadapi empat tuduhan yang ahirnya membawanya dieksekusi di tiang salib. Empat tuduhan yang dituduhkan kepadanya adalah, 1. Hubungannya dengan kelompok al-Qaramithah 2. Ucapannya ” أنا الحقّ saya adalah tuhan yang maha benar 3. Keyakinan para pengikutnya tentang ketuhanannya 4. Pendapatnya bahwa menunaikan ibadah haji tidak wajib Tokoh lainnya adalah Dzunnun al-Mishri w. 245 H. yang dikenal dengan pencetus ma’rifat. Dia pernah belajar ilmu Kimia dari Jabir bin Hayyan. Dia juga dianggap orang yang berbicara pertama kali tentang maqamat dan ahwal di Mesir., al-Hakim al-Tirmidzi w. 320 H. dengan konsep kewalian, Abu Bakar al-Sibli H. 4. Fase Abad V Hihriyah Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi sunnah Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi sunnah Nabi dan sahabatnya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali H atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali. Ia dilahirkan di Thus Khurasan. Ia hidup dalam lingkungan pemikiran maupun madzhap yang sangat hitorigen. al-Ghazali dikenal sebagai pemuka madzhab kasyf dalam makrifat. Tentang kesunnian al-Ghazali dikomentari oleh muridnya Abdul Ghafir al-Faritsi,”Ahirnya al-Ghazali berkonsentrasi pada hadits Nabi al-Mushthofa dan berkumpul bersama-sama ahli Hadits dan mempelajari kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim Dia menerima tasawuf dari kelompok persia menuju tasawuf suuni. Itulah sebabnya ia banyak menyerang filsafat Yunani dan menunjukkan kelemahan-kelemahan aliran batiniyyah. Di antara buku karangannya adalah Tahafut al-Falasifah, al-Munqidz Min al-Dlalal dan Ihya` Ulum al-Din. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi 471 H. , al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid. Abad VI Hijriyah Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa dzauq dan rasio akal , tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman – pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali. Tokoh –tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi 560 – 638 H. dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar Syekh Besar. Di masa mudanya, ia pernah menjadi sekretaris hakim tingkat wilayah. Sakit keras yang pernah dialami mengubah sikap hidup yang sangat drastis. Dia menjadi seorang zahid dan abid. Dia menghabiskan waktunya di beberapa kota di Andalusia dan di Afrika Utara untuk bertemu para guru shufi. Umur tiga puluh tahun pindah ke Tunis kemudia ke Fas. Disini, Ibnu Arabi menulis buku berjudul al-Isra Ila Maqam al-Asra الإسراء إلى مقام الأسرى . Kemudian pergi ke Kairo dan al-Quds yang kemudian diteruskan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ibnu Arabi beberapa tahun tinggal di Mekkah dan disinilah ia menyusun kitab Taj al-Rasail تاج الرسائل dan Ruh al-Quds روح القدس dan pada tahun 598 H. Mulai menulis kitab yang sangat terkenal al-Futuhat al-Makkiyyah الفتوحات المكية. Ahirnya Ibnu Arabi tinggal di Damaskus dan menulis kitab Fushush al-Hikam فصوص الحِكَم . Ibnu Arabi meninggal pada tahun 638 H. Tokoh lainnya adalah al-Syuhrawardi 549 – 587 H. dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in 667 H. dan Ibn al-Faridl 632 H. Pada abad VI juga ditandai dengan munculnya tariqat yakni madrasah shufi yang bertujuan membimbing calon shufi menuju pengalaman ilahi melalui teknik dzikir tertentu. Oleh sebagian orang dikatakan bahwa munculnya taiqat adalah untuk membantu orang-orang –awam agar ikut mencicipi tasawuf karena selama ini pengalaman tasawuf hanya dialami oleh orang-orang tertentu saja khawash. Disamping itu kehadiran thariqat juga untuk memagari tasawuf agar senantiasa berada dalam koridor syariat. Itulah sebabnya sistem thariqat sangat ketat.
Ajarantasawuf sudah ada di Nusantara sejak abad ke-13 Masehi dan berkembang dengan cepat pada abad ke-17 Masehi. Terkait bukti adanya ajaran tasawuf di Nusantara dapat dilihat dari Sejarah Banten, Babad Tanah Jawi, Hikayat Raja-raja Pasai, dan naskah-naskah lama lainnya. Baca juga: Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
PENDAHULUAN Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang sebagai buktinya adalah misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf di sejumlah perpustakaan, di negara-negara yang berpenduduk muslim, juga Negara-negara Barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non muslim, ini dapat menjadi salah satu alasan betapa tingginya ketertarikannya mereka terhadap tasawuf. Adapun yang dimaksud dengan Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma'rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah Swt dan mengikuti syari'at Rasulullah saw. Dalam mendekatkan diri dan mencapai riḍha-Nya. 1 Tasawuf sendiri adalah upaya untuk membebaskan diri dari sifat-sifat kemanusiaan demi meraih sifat-sifat malaikat dan akhlak ilahi, serta menjalani hidup pada poros ma'rifatullah dan maḥabbatullah sembari menikmati kenikmatan spiritual. Sedang sebuah ungkapan yang disematkan kepada para ahli tasawuf disebut sufi. 2 Tujuan para sufi adalah ma'rifatullah yang dalam perjalanannya melalui beberapa tahap seperti syariat, ṭarῑqah, hakekat dan ma'rifat. Ma'rifat adalah tujuan akhir dari tasawwuf, yang mana didikannya pun berpindah dari hakekat ke ma'rifat yaitu mengenal Tuhan sebaik-baiknya. 3 Sufisme atau orang-orang yang tertarik pada pengetahuan sebelah dalam, orang-orang yang berupaya mencari jalan atau praktik amalan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran dan pencerahan hati adalah orang-orang yang mengikuti jalan penjernihan diri, penyucian hati dan meningkatkan kualitas karakter dan perilaku mereka agar mencapai tahapan maqam orang-orang yang menyembah Allah seolah-olah mereka melihat-Nya dan jikalau tidak Dia selalu melihat mereka. 4 Dari penjelasan di atas, maka tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf, jika diteliti lebih mendalam, ketertarikan 1
Periodeklasik adalah periode dimana sejak permulaan Islam sampai ke Indonesia pada abad ke-1/2 sampai abad ke-10 H (7-15 M.). karena pada abad inilah cikal bakal bagi perkembangan tafsir pada masa-masa sesudahnya. [11] Usaha memahami al-Qur'an dalam bahasa setempat telah dimulai, namun penafsiran yang ada masih belum tertulis.
Sufism comes from the word suffah. Suffah is a term or term for people who live a simple life, and can be said to be poor which is far from glamorous. These were friends of the Prophet who had migrated and lived around the Medina mosque. Sufism comes from the word shuf. Shuf means wool yarn. Mention for people who use coarse wool or sheep's clothing. Unlike wool now, it was used by most poor people. While the rich people in the past usually used clothes made of silk. Sufism comes from the word Shafa 'which means, people who purify their hearts to draw closer to Allah. This is what Samsul Munir Amin said in his book entitled The Knowledge of Sufism. Whereas according to the terms of Sufism is, how to purify the soul and heart of all forms of hustle and bustle and fill it with love for God. This is intended to get closer as close as God. Sufism itself appeared at the time of Tabi'in in the second century. Then in the following centuries, the III and IV centuries later emerged in Sufism. This article discusses Sufism starting from the foundation and motivation of the birth of Sufism, the history of the development of Sufism and its phases, types of Sufism, and the benefits of Sufism in the world of Islamic education. Keywords Sufism and suffah, the world of Islamic education A. PENDAHULUAN Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus Rasulullah untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Juga Muhammad berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa noda-noda yang menghingapi masyarakat pada waktu itu. Muhammad Fauqi H, 2013 7. Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam situasi yang sedemikianlah Muhammad Menerima wahyu dari Allah SWT yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk ummat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Segala pola dan tingkah laku, amal perbuatan dan sifat Muhammad sebelum diangkat menjadi menjadi Rasul meruapakan manifestasi dari Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DARI ZAMAN KE ZAMAN Oleh Rumzil Azizah, Email azizahrumzil Rosidi, Email rosidi ABSTRACT Sufism comes from the word suffah. Suffah is a term or term for people who live a simple life, and can be said to be poor which is far from glamorous. These were friends of the Prophet who had migrated and lived around the Medina mosque. Sufism comes from the word shuf. Shuf means wool yarn. Mention for people who use coarse wool or sheep's clothing. Unlike wool now, it was used by most poor people. While the rich people in the past usually used clothes made of silk. Sufism comes from the word Shafa 'which means, people who purify their hearts to draw closer to Allah. This is what Samsul Munir Amin said in his book entitled The Knowledge of Sufism. Whereas according to the terms of Sufism is, how to purify the soul and heart of all forms of hustle and bustle and fill it with love for God. This is intended to get closer as close as God. Sufism itself appeared at the time of Tabi'in in the second century. Then in the following centuries, the III and IV centuries later emerged in Sufism. This article discusses Sufism starting from the foundation and motivation of the birth of Sufism, the history of the development of Sufism and its phases, types of Sufism, and the benefits of Sufism in the world of Islamic education. Keywords Sufism and suffah, the world of Islamic education A. PENDAHULUAN Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus Rasulullah untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Juga Muhammad berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa noda-noda yang menghingapi masyarakat pada waktu itu. Muhammad Fauqi H, 2013 7 . Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam situasi yang sedemikianlah Muhammad Menerima wahyu dari Allah SWT yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk ummat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Segala pola dan tingkah laku, amal perbuatan dan sifat Muhammad sebelum diangkat menjadi menjadi Rasul meruapakan manifestasi dari 2 kebersaihan hati dan kesucian jiwanya yang sudah menjadi pembawaan sejak kecil. Dengan turunnya wahyu yang pertama pada tanggal 17 Ramadhan atau 16 Agustus 571 M, berarti nabi Muhammad SAW telah diangkat dan diutus menjadi Rasul untuk mengembangkan amanat Allah dan menyelamatkan ummat manusia dari lembah kejahilan dan kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Demikian juga wahyu yang diturunkan itu Rasulullah dapat membenahi masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Adapun tentang sumber-sumber yang menjadi landasan tasawuf Islam itu terdapat bermacam-macam pendapat. Diantaranya ada yang menyatakan bahwa sumber tasawuf islam adalah dari ajaran Islam itu sendiri. Selain itu pula ada yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari persia, Hindu Nasrani dan sebagainya. Syamsun Ni'am, 2014 122. Orientalis Messignon dalam “Encyclopedie de Islam” berkata tentang sumber tasawuf bahwa ”ulama-ulama Islam masih bersimpang siur dalam memecahkan dan mencari sebab-sebab terjadinya perselisihan besar dalam bidang Aqidah islam diantara pelbagai mazhab didalam Islam, yaitu antara mazhab tasawuf dan mazhab ahli Sunnah wal-Jama`ah”. Menurut penadapat merx ”Tasawuf merupakan aliran yang datang kedalam islam yang berasal dari pendeta-pendeta Syam. Menurut Jones, tasawuf islam itu berasal dari Filsafat Neo Platonisme atau berasal dari agama Zoroaster Persia atau agama Hindu. Tentang tasawuf Islam itu berorientasi Nicholson menjelaskan sebagai berikut “Menetapkan tasawuf Islam merupakan import ke dalam Islam, tidaklah dapat diterima, yang sebenarnya ialah kita melihat sejak lahir agama Islam, bahwa bibit berfikir seperti dasar-dasar tasawuf itu ada yang telah tumbuh didalam hati setiap keluarga Jama`ah Islam yaitu sewaktu orang islam itu sedang membaca Al-Qur`an dan Hadist Nabinya”. Harun Nasution,199058. Dari pendapat-pendapat tersebut diatas jelas adanya perbedaan pandangan tentang sumber tasawuf Islam itu, namun demikian dapat dinyatakan bahwa para orientalisten yang kurang jujur berpendapat bahwa tasawuf Islam itu berpendapat bahwa islam itu sendiri sudah ada benih-benih untuk tumbuh dan berkembang sesudah disemaikan didalam lubuk hati setiap muslim, karena tidak dapat dipungkiri lagi ajaran yang menyatakan bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang dapat mengatasinya,” dengan pengertian lain dapat ditegaskan bahwa kemurnian ajaran islam itu benar-benar mengandung nilai-nilai kerohanian yang menjadi sumber akhlak bagi setiap muslim, terutama bagi para sufi yang senantiasa berusaha membersihkan hati dan mensucikan jiwa mereka dan berhias dengan perangkai terpuji serta menjauhkan diri dari perangai tercela. Harun Nasution,199058. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa sumber dan landasan tasawuf islam itu sendiri, tetapi dalam perkembangan selanjutnya mendapat pengaruh dari luar islam. Tasawuf Islam itu dalam perkembangannya mempunyai unsur-unsur yang jauh. Unsur yang dekat dan unsur-unsur yang jauh. Unsur yang dekat ialah Al-Quran, Hadist, Sirah Nabi, Sirah Khulafaurrasyidin, Struktur 3 Sosial dan Firqah-firqah sedangkan unsur jauh ialah pengaruh agama Nasrani, yahudi, budha dan Persia. B. PEMBAHASAN 1. Sejarah perkembangan tasawuf dan fase-fasenya Perkembangan tasawuf dalam Islam telah mengalami beberapa fase, yaitu Pada abad pertama dan kedua hijriah, yaitu fase asketisme zuhud. Sikap ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah dan tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Muhammad Fauqi H , 2013 17. Tahap pertama, tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian yang masih sangat sederhana. Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-2 H, sekelompok kaum Muslim memusnahkan perhatian memprioritaskan hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan akhirat Mereka adalah, antara lain Al-hasan Al-Basri w. 110 H dan Rabi`ah Al-Adawwiyah H kehidupan “model” zuhud kemudian berkembang pada abad ke-3 H ketika kaum sufi mulai memperhatikan aspek-aspek teoritis psikologis dalam rangka pembentukan prilaku hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan luas dalam bidang akhlak mendorong lahirnya pendalaman studi psikologis dan gejala-gejala kejiwaan yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT. Sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti Fana`, terutama Abu Yazid Al-Busthami w. 261 H Dengan demikian, suatu ilmu khusus telah berkembang dikalangan kaum sufi, yang berbeda dengan ilmu fiqh, baik dari segi objek, metodologi, tujuan, maupun istilah-istilah keilmuan yang digunakan. Lahir pula tulisan-tulisan antara lain Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Khusairi dan `Awarif Al-Ma`arif karya Al-Suhrawardi Al-baghdadi. Tasawuf kemudian menjadi sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan ibadah-ibadah praktis. Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak berkembang ± satu abad. Pada abada ketiga hijriah, muncul jenis – jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkan pemikiran yang eksekutif yang diwakili oleh AL-Hallaj yang kemudian dihukum mati karena menyatakan pendapatnya mengenai hulul pada 309 H. Boleh jadi Al-Hallaj mengalami peristiwa naas seperti ini karena paham hululnya ketika itu sangat kontraversional dengan kenyataan di masyarakat yang tengah mengandrungi tasawuf akhlaqi. Samsul Munir Amin, 2015 209. Dari sisi lain, pada abad ke-3 dan ke-4 muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Juanid dan Sari Al-Saqathi serta Al-Kharraz yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para murid dalam sebuah bentuk jamaah. Untuk pertama kali dalam islam terbentuk tarekat yang kala itu merupakan semacam lembaga pendidikan yang memberikan berbagai pengajaran teori dan praktik kehidupan sufisfik, kepada para murid dan orang- 4 orang yang berhasrat memasuki dunia tasawuf. Demikian juga ajaran tasawuf al-Suhrawardi, pendiri mazhab isyraqiyyah yang memaklumkan dirinya sebagai seorang nabi yang menerima limpahan nur Illahi dan berakhir dengan fatwa ulama bahwa dia adalah seorang kafir yang halal darahnya. Lalu dia digantung di Aleppo pada tahun 587 H dalam usia 38 Tahun. Demikian pula halnya dengan Ibn Sab`in yang telah mengambil jalan pintas dengan membunuh diri karena serangan para ulama yang sangat gencar terhadap ajaran tasawuf yang diajarinya. Tidak sedikit pila para ulama yang membantah ajaran tasawuf Ibn Arabi yang mengajar paham pantheisme bahwa Tuhan dan alam merupakan suatu kesatuan yang dipisahkan. Perbedaannya hanya pada nama, sedangkan pada hakikat adalah satu. Dengan banyaknya ajaran yang menyimpang dari syari`at, maka ilmu tasawuf pada akhirnya mengalami kemunduran yang luar biasa sehingga berakhir dengan kehilangan peranannya dalam ilmu-ilmu Islam dan telah berubah wujudnya dalam bentuk pengalaman tarikat yang tidak membawa sesuatu yang baru dalam ajaran kerohanian Islam selain dari pengagungan para guru atau mursyid serta warisan ajaran yang mereka terima. Pada abad ke-5 H Imam Al-Ghazali tampil menentang jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah dalam sebuah upaya menegmbalikan tasawuf kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud, pendidikan jiwa pembentukan moral. Pemikiran-pemikiran yang diperkenalkan Al-Ghazali dalam bidang tasawuf dan makrifat sedemikian mendalam dan belum pernah dikenal sebelumya. Dia mengajukan kritik-kritik tajam terhadap berbagai aliran filsafat, pemikiran-pemikiran Mu`tazilah dan kepercayaan bathiniyah untuk menancapkan dasar-dasar yang kukuh bagi tasawuf yang lebih Moderat dan sesuai dengan garis pemikiran teologis Ahl Al-Sunnah wal Jama`ah. Samsul Munir Amin, 2015 233. Dalam orientasi umum dan rincian-rinciannya yang dikembangkannya berbeda dengan konsepsi disebut tasawuf Sunni. Al-Ghazali menegaskan dalam Al-Munqidz min Al-Dhalal, sebagai berikut pertama, Sejak tampilnya Al-Ghazali ,pengaruh tasawuf Sunni mulai menyebar di Dunia Islam. Bahkan muncul tokoh-tokoh Sufi terkemuka yang membentuk tarekat untuk mendidik para murid, seperti Syaikh Akhmad Al-Rifa`I H dan Syaikh Abd. Al-Qadir Al-jailani w. 651 H yang sangat terpengaruh oleh garis tasawuf Al-Ghazali pilihan yang sama dilakukan generasi berikut, antara lain yang paling menonjol adalah, Syaikh Abu Al-Hasan Al-Syadzili H dan muridnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi H, serta Ibn Atha`illah Al-sakandari w. 709 H. model tasawuf yang mereka kembangkan ini adalah kesinambungan tasawuf Al-Ghazali; Kedua, Pada abad ke enam hijriah , sebagai akibat pengaruh kepribadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf sunni semakin meluas ke seluruh pelosok abad ke enam Hijriah,muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah . diantara mereka terdapat Syukhrawardi AL-Maqtul h, syeikh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi h dan sebagainya. 5 2. Macam- macam tasawuf Jenis tasawuf menurut perkembangannya zaman ke zaman terbagi menjadi dua, yakni a. Tasawuf sunni Tasawuf Akhlaqi disebut juga Tasawuf Sunni. Tasawuf ini menitik beratkan pada perbaikan akhlak atau moral pada diri seseorang. Orientasinya adalah untuk mencari hakikat kebenaran yang dapat mengantarkan manusia untuk mencapai tingkatan ma’rifat. Ma’rifat adalah bersatunya manusia dengan Allah dengan metode tertentu yang telah ditetapkan. Tasawuf akhlaqi ini juga banyak dikembangkan oleh para Ulama Salafussalih. Samsul Munir Amin, 2015 2. “Dan jiwa serta penyempurnaannya ciptaannya, Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya”. QS Asy Syams 7-8 Dari ayat di atas dijelaskan bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan potensi berbuat buruk. Potensi untuk berbuat baik adalah Al Aql dan Al Qalb. Potensi untuk berbuat baik disebut dengan Nafsu yang dibantu dibisikkan keburukannya oleh Setan yang tiada henti menggoda manusia. Menurut para sufi, untuk masuk kepada tasawuf tentu membutukan mental dan juga aspek lahiriah yang siap. Pada awal memasuki tasawuf, maka seseorang harus berkonsentrasi agar dapat menghindarkan diri dari akhlak buruk atau tercela mazmumah dan terus konsisten mewujudkan akhlak yang baik yaitu mahmudah. Samsul Munir Amin, 2015 332. Ajaran ini, menurut para sufi, melatih manusia untuk dapat menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu bagkan sampai pada mematikan hawa nafsu jika memungkinkan. Tentu saja membutuhkan pelatihan dan pembiasaan yang ketat. Para Sufi yang mengembangkan ajaran tasawuf ini diantaranya adalah Hasan al-Basri 21 H – 110 H, Al-Muhasibi 165 H – 243 H, Al-Qusyairi 376 H – 465 H, Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani 470 – 561 H, Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Gajali 450 H – 505 H, Ibnu Atoilah As-Sakandari. Samsul Munir Amin, 2015 141. Pelaksanaan ajaran tasawuf tentu saja tidak bisa dilakukan hanya satu atau dua kali untuk mencapai proses tertinggi, yaitu tujuan mendapatkan ma’rifat. Proses ini dilakukan agar akhlak baik atau mahmudah selalu melekat kepada manusia. Akhlak tercela dan buruk lainnya akan hilang dan tidak mengusik atau mengganggu jiwa manusia yang suci. Jiwa yang buruk atau dipenuhi akhlak tercela tentu akan memudahkan nafsu manusia semakin banyak mendorong untuk melakukan hal hal yang buruk. Untuk itu, kesucian jiwa harus dipenuhi dan terus dipupuk. Berikut adalah proses atau langkah untuk mendapatkan tujuan dari tasawuf akhlaqi. Takhali adalah proses awal yang dilakukan oleh sufi. Aktivitas Takhali ini adalah usaha untuk mengosongkan diri manusia dari perilaku yang tercela. Salah satu akhlak tercela yang disoroti oleh tasawuf adalah 6 kecintaan manusia yang berlebihan terhadap urusan duniawi, hingga melalaikan pada kesucian jiwa dan kesiapan untuk kembali kepada Allah. Takhalli berbeda dengan Tahalli. M. Hamdani Bakran adz-Dzaky, 2002 259. Tahalli adalah proses untuk mengisi dan menghiasi diri manusia dengan pembiasaan perilaku dan akhlak yang baik. Proses ini dilakukan oleh para sufi dengan mengosongkan jiwanya dari segala akhlak yang buruk. Mereka menjalankan ketentuan agama dengan mengintegrasikan ke dalam dan keluar dirinya. Aspek luar adalah kewajiban seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan, untuk yang bersifat ke dalam adalah keimanan, keaatan, dan kecintaan kepada Allah. Mustafa Zahri, 1998 82. Tajalli adalah proses pemantaapan dan pendalaman materi yang sudah dilalui pada proses tahalli. Tajalli berarti terungkapnya nur ghaib. Proses ini adalah memantapkan dan membuat akhlak-akhlak baik tersebut tetap ada dalam jiwa. Untuk itu, pada proses ini benar-benar menumbuhkan kecintaan dan kerinduan yang mendalam pada Allah SWT. Praktis tasawuf ini tentu saja perlu diperhatikan agar tetap mampu menjawab masalah utama manusia yaitu yang berkenaan dengan Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama yang terdapat dalam Al-Quran. Mustafa Zahri, 1998 245. b. Tasawuf irfani Secara etimologis, kata Irfan merupakan kata jadian mashdar dari kata arafa’ mengenal/pengenalan. Secara terminologis, irfan diindentikkan dengan ma’rifat sufistik. Ahli irfan adalah orang yang berma’rifat kepada Allah. Irfan diperoleh seseorang melalui jalan al-idrak al- mubasyir al wujudani penagkapan langsung secara emosional, bukan penangkapan secara rasional. Sebagai sebuah ilmu, irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan Tuhan. Sebagai ilmu praktis, bagian ini menyerupai etika. Bagian praktis ini disebut sayr wa suluk perjalanan rohani. Bagian ini menjelaskan bagaimana seseorang penempuh rohani salik yang ingin mencapai tujan puncak kemanusiaan, yakni tauhid, harus mengawali perjalanan, menempuh tahapan-tahapan maqam perjalanannya secara berurutan, dan keadaan jiwa hal yang bakal dialaminya sepanjang perjalanannya tersebut. Samsul Munir Amin, 2015 241 Sementara itu, irfan teoritis memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud ontologi, mendiskusikan manusia, Tuhan serta alam semesta. Dengan sendirinya, bagian ini menyerupai teosofi falsafah ilahi yang juga memberikan penjelasan tentang wujud. Seperti halnya filsafat, bagian ini mendefinisikan berbagai prinsip dan problemanya. Namun, jika filsafat hanya mendasarkan argumennya pada prinsip-prinsip rasional, irfan mendasarkan diri pada ketersibukan mistik yang kemudian 7 diterjemahkan ke dalam bahasa rasional untuk menjelaskannya. Samsul Munir Amin, 2015 241 Tokoh-tokoh tasawuf irfani adalah Rabi’ah adalah Rabi’ah binti Ismail Al Adawiyah AL Bashriyah Al Qaisiyah. Dalam perkembangan mistisme Islam, Rabi’ah Al Adawiyah tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah. Rabi’ah Al Adawiyah adalah wanita satu-satunya dalam Islam yg terkenal kesufiannya. Sebagaimana dikutip oleh Eko Ariwidodo, menyatakan bahwa Posisi wanita akan selalu ada di bawah kedudukan laki- laki. “Kaum wanita tidak dapat diberi kedudukan yang tinggi, karena tidak tahu bagaimana mengambil keputusan yang sulit’’. Eko Ariwidodo, 2016 333. Tidak sulit bagi Rabi’ah Al-Adawiyah mengembangkan khazanah keilmu agamaannya mencapai tingkat mahabbah. Menguraikan secara feministik rasa tulus ikhlas ke dalam cinta sebenar-benarnya kepada Allah. Melebihi dari para sufi lainnya yang notabene laki-laki. Sementara generasi sebelumnya merintis aliran astisketisme Islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada Allah. Rabi’ah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah. Samsul Munir Amin, 2015 242. Abu al-Fayd Tauban bin Ibrahim bin Ibrahim bin Muhammad al-Anshari 772 -860 M yang dijuluki Sahib al-Hut pemilik ikan. Ia dikenal sebagai sufi yang mengembangkan teori tentang ma’rifat. Ma’rifat dalam terma sufistik memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah ilm, yakni sesuatu yang bisa diperoleh melalui jalan usaha dan proses pembelajaran. Sedangkan ma’rifat dalam terma sufi lebih merujuk pada pengertian salah satu metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tingkatan spiritual. Termasuk meyakini bahwa ma’rifat sebenarnya adalah puncak dari etika baik vertical maupun horizontal. Jadi, ma’rifat terkait erat dengan syari’at, sehingga ilmu batin tidak menyebabkan seseorang dapat membatalkan atau melecehkan kewajiban dari ilmu zahir yang juga dimuliakan oleh Allah. Demikian pula, dalam kehidupan sesama, seorang arif akan senantiasa mengedepankan sikap kelapangan hati dan kesabaran dibanding ketegasan dan keadilan. Ia membagi tingkatan ma’rifat yaitu ma’rifat al-tauhid, yakni doktrin bahwa seorang mu’min bisa mengenal Tuhannya karena memang demikian ajaran yang telah dia terima; ma’rifat al-hujjah wa al-bayan, yakni ma’rifat yang diperoleh melalui jalan argumentasi, nalar dan logika. Bentuk kongkritnya, mencari dalil atau argument penguat dengan akal sehingga diyakini adanya Tuhan. Tetapi, ma’rifat kaum teolog ini belum bisa merasakan lezatnya ma’rifat tersebut; ma’rifat sifat al-wahdaniyah wa al-fardhiyah, yakni ma’rifat kaum muqarrabin yang mencari Tuhannya dengan pedoman cinta. Sehingga yang diutamakan adalah ilham atau fadl limpahan karunia Allah atau kasyf ketersingkapan tabir antara Tuhan dengan manusia. Karena pada tingkatan ini, sebenarnya yang lebih berbicara adalah hati dan bukannya akal; 8 Abu Yazid Tahifur bin Isa dari Al-Bisthami dilahirkan pada tahun 188 H. di Bistham Khurasan, Persia. Dari berbagai riwayat diketahui bahwa Abu Yazid adalah seorang faqih, pengikut Abu Hanifah tetapi kehidupannya berubah dengan memasuki dunia tasawuf. Menurut Abu Yazid, Wali Allah itu ada tiga macam, seorang zahid karena zuhudnya, seorang Abid karena ibadahnya, dan seorang Alim karena ilmunya. Samsul Munir Amin, 2015 254. Abul Mubhist Al-Husain Bin Manshur Al-Khallaj di lahirkan di Baidha Persia pada tahun 244H/ Khallaj selalu hidup berpindah-pindah dalam pengembaraan yang panjang. Di dalam pengembaraan itu ia telah tinggal Tustur, Khurasan, Sijistan, Karman, Persia, Ahwaz, Basrah dan Baghdad. Al-Khallaj juga mengembara ke daerah Timur dimulai dari Turkistan, Mesir dan beberapa daerah di India. Selama dalam perjalanan ia mendapat gelaran yang bermacam-macam. Di Baghdad ia digelari dengan Al-Mushtalam, di Tukistan dengan Al-Mukiths, di India dengan Al-Mugihst dan sebagainya. Buku-buku karangannnya antara lain As-Sahaihur Fi Naqshid Duhur, Kaifa Kana Wakaifa Yakun, Al-Abad Wa Al-Mabud, Kitab Huwa-Huwa, Sirru Al-Alam Wa Al-Tauhid, Al-Thawasin Al-Azal. Kitab-kitab itu hanya tinggal catatan, karena ketika hukuman mati dilaksanakan, kitab yang ia karang pun ikut dimusnahkan, kecuali sebuah yang disimpan pendukungnya yaitu Ibnu Atha dengan judul Al-Thawasi Al-Azal. Dari kitab ini dan sumber-sumber muridnya dapat diketahui tentang ajaran-ajaran Al-Khallaj dalam tasawuf. c. Tasawuf falsafi Tasawuf Falsafi secara bahasa bisa kita bagi menjadi dua, yaitu antasa Tasawuf dan Filsafat. Tasawuf artinya kecintaan terhadap tuhan, sedangkan ilmu Filsafat Islamadalah yang berkenaan dengan akal atau fikiran. Falsafi disini adalah cara yang digunakan dalam bertasawuf. Samsul Munir Amin, 2015 264 Tasawuf Falsafi adalah sebuah aliran dalam bertasawuf yang menggabungkan antara visi mistik dan visi yang rasional. Tasawuf ini merupakan hasil dari pemikiran-peminkiran para tokoh-tokoh yang diungkapkan dengan bahasa ini tidak bisa dikatakan sebagai Tasawuf yang murni karena telah menggunakan pendekatan fikiran dan rasio, namun juga tidak bisa dikatakan filsafat seutuhnya karena didasarkan pada rasa. Dengan kata lain Tasawuf Falsafi merupakan penggabungan antara rasa dan rasio. Secara istilah dapat kita simpulkan bahwa pengertian dari Tasawuf Falsafi adalah, kajian terhadap tuhan, manusia dan sebagainya yang menggunakan motode rasio atau akal. Aliran dalam Tasawuf Falsafi terkesan tidak jelas, karena banyaknya istilah-istilah yang diungkapkan oleh tokoh-tokkohnya dalam aliran ini yang tidak bisa dimengerti, lantaran menggunakan istilah Filsafat. Tokoh-tokoh dalam Tasawuf Falsafi pada umumnya mengerti dan akrab dengan ilmu Filsafat. Mereka mempelajari Filsafat Barat, Yunani Kuno,dan Filsafat Islam, serta mengenal para filosof barat seperti, Socrates, 9 Aristoteles serta pemikiran-pemikiran filosof Islam seperti Al Farabi dan Ibnu Sina. Abdul Kadir Riyadi, 2014 199. Menurut Ibnu Khaldun dikutip dalam karyanya Al Ma’rifat, objek dari kajian Tasawuf Falsafi ini ada empat pertama, Latihan yang bersifat kebatinan atau rohaniyah dengan menggunakan rasa, intuisi dengan dan introspsesi diri dengan tingkatan maqam, hal dan rasa; kedua, Kajian tentang hakekat dari sifat-sifat tuhan, malaikat,arsy, kursy, wahyu, kenabian, roh, hakekat dari alam ghaib dan yang nyata serta susunan kosmos dan penciptaannya. Biasanya para filosoh dalam kajiannya dan latihan rohaniahnya melakukan zikir-zikir dengan meninggalkan keduniaan dan membuka kekhusukan terhadap Allah; ketiga, Peristiwa yang luar. Kejadian yang terdapat di alam ini atau kosmos, yang mempengaruhi kekeramatan; keempat, Pengungkapan teory dengan istilah yang filosofis. Istilah tersebut tidak bisa dipahami seutuhnya oleh masyarakat awam. Istilah Tasawuf Falsafi hanya bisa dimengerti oleh para tokoh Tasawuf Falsafi itu sendiri. Pada intinya, ciri dari Tasawuf Falsafi adalah mengabungan antara pemikiran atau rasionalitas dengan perasaan dzuq. Aliran ini mendasarkan pada dalil naqli dan diungkapkan dalam istilah filosofis. Achmad Mubarok, 2001 124. Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi lainnya adalah Ibnu Arabi, Nama lengkap dari Ibnu Arabi yaitu Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath tha’I Al Haitami. Beliau dilahirkan di Murcia, daerah Andalusia tenggara, Spanyol. Pada tahun 560 H. Ia tinggal di Hijaz dan wafat di sana, pada tahun 638 H. karya Ibnu Arabi yang paling fenomenal adalah Al Futuhat Al Makiyah yang ditulis pada tahun 1201 H. Samsul Munir Amin, 2015 274. Ajaran dari Ibnu Arabi ada tiga Wahdad al wujud – Kesatuan Wujud. Intinya wujud dari semua makhluk itu adalah satu, yaitu wujud dari khaliqnya; Hakiqat Muhammadiyah – Lanjutan dari wahdad Al Wujud adalah Hakikat Muhammadiyah, yang menurut Ibnu Arabi, bahwa penciptaan alam semesta ini adalah pelimpahan dari wujud yang satu yaitu tuhan. Dari yang satu itu, Lalu lahirlah semua wujud dengan segala proses penciptaannya; Wahdad Al Adyan – Turunan ketiga dari Wahdatul Wujud adalah Wahdatul Adyan yaitu kesamaan agama. Semua agama itu adalah satu yang bersumber dari tuhan. Amin Syukur, 2002 7 Al Jilli, Nama lengkap Al Jilli adalah Abdul Karim bin Ibrahin Al- Jilli yang lahir tahun 1365 M dan wafat tahun 1417 M. Baliau lahir di Jilan propinsi di selatan Kaspi. Tempat lahirnya Jilli Gilan yang kemudian menjadi nama dari Al Jilli. Beliau adalah sufi yang terkenal di Bagdad. Ia pernah berguru pada tokoh tarekat Qadariyah yaitu Abdul Qadir Al Jailani, seorang sufi dari India. Ajaran dari Al Jilli adalah Insan Kamil – Pemahaman tentang insan kamil atau manusia sempurna sebagai wujud dari tuhan yang diumpamakan bagai cermin. Seseorang tidak bisa melihat dirinya sendiri kecuali dengan cermin; Maqamat – Al Jilli merumuskan tahapan atau tingkatan yang harus dilalui seorang sufi adalah Islam, Iman, Ihsan, Shalah, Shahadah, Sidqiyyah dan Qurbah. Samsul Munir Amin, 2015 281. 10 Ibnu Sab’in, Nama lengkap dari Ibnu Sab’in adalah Abdul Haq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr. Beliau lahir tahun 614 H di Murcia. Ibnu Sabi’in adalah anak dari keluarga bangsawan, yang hidup berkecukupan. Namun beliau memilih untuk mengasingkan dari segala bentuk kemewahan tersebut. Beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti Bahasa dan Sastra Arab, Ilmu Agama, Ilmu fiqih fiqih pernikahan, fiqih muamalah jual beli, Ilmu Filsafat dan Logika. Ajaran dari Ibnu Sab’in adalah Kesatuan mutlak – Kesatuan mutlak adalah ajaran pemahaman tentang wujud itu hanya satu yaitu wujud tuhan; Menolak paham Aristotelian – Intinya Ibnu Sab’in berusaha menyusun logika baru yang membantah adanya konsep jamak. Konsep ini disusun untuk mencapai kesatuan mutlak tadi. Menurut Ibnu Sab’in logika ini menggunakan penalaran ketuhanan atau ilahi. Pemikiran ini yang membuat manusia melihat dan mendengar sesuatu yang baru, yang belum pernah dilihat dan didengar sekalipun. Mustafa Zahri, 1998 82-89. 3. Manfaat tasawuf dalam dunia Islam Tasawuf memiliki banyak manfaat dalam kehidupan dan dunia islam, di bawah ini adalah 10 manfaat tasawuf yaitu Dalam bidang kecerdasan emosional, apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula; Dalam bidang kecerdasan spiritual, tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan; Dalam bidang Agama, tasawuf ini sangat diperlukan agar umat islam bisa mengamalkan teori Islam secara kaffah dan juga untuk mengembangkan integrasi sosial dan kerukunan hidup dalam beragama serta bebangsa; Dalam bidang etos kerja, tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat. Amin Syukur, 2002 7. Dalam bidang Pendidikan, tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju; Dalam bidang Ilmu Pengetahuan, tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial; Sumber Pengingat, apa yang akan membantu kita terhadap hal ini adalah mengingat Allah bahwa Allah menjamin kita akan penyediaan, dan pengetahuan dan kekuatan-Nya sempurna, dan bahwa Dia terlepas dari penciptaan dan jauh dari kelupaan dan dari ketidakmampuan. Syaikh Ibn Ataillah menulis dalam bukunya The Abandonment of the Management of Affairs “Percayakan urusan kita kepada Allah juga merupakan kualitas yang sangat penting untuk diperoleh. Mustafa Zahri, 1998 82-89. Landasan Hidup, tanpa pemahaman ini muslim akhirnya lumpuh. Tapi dengan itu kaum Muslim bebas menjadi budak, yaitu mematuhi dengan cara tanpa hambatan. Masalah mencoba taat tanpa pengertian adalah bahwa Anda hanya bisa melakukan apa yang Anda bisa. Tapi untuk menaati 11 Allah sambil mempercayai Dia adalah untuk meninggalkan semua keterbatasan praktis, dan untuk memulai pencapaian apa yang telah Allah perintahkan agar kita lakukan; Pembatas Ilmu Islam, tasawwuf membuat semua pengetahuan lain tunduk pada pengetahuan tertinggi yaitu La ilaha illallah. Dengan Tasawwuf kita menyadari bahwa pengetahuan tentang Allah berada di atas setiap pengetahuan lainnya. Tasawwuf memungkinkan kita untuk mencicipi La hawla wa la quwwata illa billah seperti tasawuf amali; Lebih Mencintai Allah, dalam Qur’an, Allah menghubungkan bahwa orang beriman di antara orang-orang Firaun berkata” Saya telah mempercayakan perselingkuhan saya kepada Allah. “Kenyataannya adalah keinginan kita kepada Allah untuk melestarikan kita dari semua yang memiliki bahaya di dalamnya dan yang dengannya kita tidak memiliki keamanan. Abudin Nata 1996 13. C. KESIMPULAN Tasawuf adalah ilmu jalan menuju Allah. Tasawuf adalah ilmu yang sesuai dengan jalur Islam melalui pengalaman langsung sang Nyata dan bukan melalui lidah atau belajar dari buku. Ini menyiratkan ditinggalkannya teologi apapun. Tauhid tidak logis. Dalam hal ini Tasawwuf adalah pelindung Tauhid La ilaha illallah. Muslim menegaskan La hawla wa la quwwata illa billah. Ini menyiratkan bahwa tidak ada dua kekuatan di alam semesta. La hawla wa la quwwata illa billah juga berarti ada satu sumber kekuatan. Allah memberi kita kuasa-Nya dan membimbing kita dengan keterbatasan kita. Oleh karena itu kita adalah sumber kesengsaraan kita sendiri. Semua sarana tersedia bagi kita. Dari sinilah datang tawakkul hasbunullahu wa ni’mal wakil, “Allah sudah cukup bagi kita dan Dia adalah wali terbaik” seperti hakikat tasawuf falsafi. Tasawuf tidak menjadi konsumen pasif dan jinak dalam masyarakat ini dengan malam yang tercerahkan. Tasawuf adalah transformasi hati Anda sehingga Anda menyadari bahwa Anda bertanggung jawab atas dunia, dan dunia tidak bertanggung jawab atas Anda. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami bahwa apa yang Allah perintahkan adalah mungkin, dan ini menunjukkan jalan kita untuk mencapai tujuan tertinggi kita fisabilillah. Tasawuf memungkinkan kita untuk memahami bahwa perbuatan hati lebih kuat daripada perbuatan anggota badan. DAFTAR PUSTAKA Ariwidodo, Eko. Kontribusi Pekerja Perempuan Pesisir Sektor Rumput Laut Di Bluto Kabupaten Sumenep. Jurnal Nuansa jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan Islam. Volume 13. Juli-Desember 2016. LP2M IAIN MADURA. Dikutip pada tanggal 27 Juni 2019. Fauqi H, Muhammad. 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta Amzah. Mubarok, Achmad. 2001. Psikologi Qur’ani. Jakarta Pustaka Firdaus. Munir Amin, Samsul. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta. Amzah. Ni'am, Syamsun. 2014. Pengantar Belajar Tasawuf. Jakarta Ar-ruz Media. 12 Riyadi, Kadir. 2014. Antropologi Tasawuf. jakarta LP3ES. Syukur, Amin. 2002. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zahri, Mustafa. 1998. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya PT. Bina ilmu. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pekerja Perempuan Pesisir Sektor Rumput Laut Di Bluto Kabupaten Sumenep. Jurnal Nuansa jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan IslamEko AriwidodoAriwidodo, Eko. Kontribusi Pekerja Perempuan Pesisir Sektor Rumput Laut Di Bluto Kabupaten Sumenep. Jurnal Nuansa jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan Islam. Volume 13. Juli-Desember 2016. LP2M IAIN MADURA. Dikutip pada tanggal 27 Juni FauqiFauqi H, Muhammad. 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta Tasawuf. jakarta LP3ESKadir RiyadiRiyadi, Kadir. 2014. Antropologi Tasawuf. jakarta Tasawuf. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zahri, MustafaAmin SyukurSyukur, Amin. 2002. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zahri, Mustafa. 1998. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya PT. Bina ilmu.
. 425 83 468 349 365 275 356 377
sejarah perkembangan tasawuf dari abad 1 sampai 10